Mantan pilot airbus coba analisa permintaan naik ketinggian AirAsia.
Pesawat AirAsia yang terparkir di bandara (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
Permintaan pesawat AirAsia QZ 8501 menambah ketinggian terbang, ke 38 ribu kaki dari sebelumnya 32 ribu kaki, memunculkan spekulasi lain. Diduga keinginan itu ditujukan bukan karena untuk menghindari cuaca buruk, namun lebih kepada untuk membuat konsumsi bahan bakar pesawat jadi lebih hemat.
Mantan Kapten Pilot Airbus 330, Megi H Helmadi, mengatakan secara umum, permintaan menaikkan ketinggian pesawat memang sering dilakukan pilot. Dengan ketinggian yang lebih tinggi, umumnya kondisi angin jauh lebih stabil sehingga tidak mengganggu turbulensi pesawat.
Tak hanya itu, konsumsi bahan bakar pun jauh lebih irit. Karena daya pesawat jadi lebih ringan karena minim turbulensi dan pergerakan. "Semakin tinggi kita terbang maka pesawat makin irit. Kalau sampai minta turun dari higher level, ke low level, biasanya itu dilakukan saat membawa pesawat di daerah tropik. Karena di ketinggian rendah, angin justru stabil jadi pesawat tidak terguncang guncang," kata Megi, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perhubungan, Jumat, 2 Januari 2015.
Disinggung terkait permintaan menaikkan ketinggian terbang tersebut dikarenakan faktor cuaca, Megi justru berpendapat, hal itu sangat tidak mungkin. Sebab dalam kondisi penerbangan pilot tidak diperkenankan meminta penambahan tinggi terbang.
"Jadi kalau ada deviasi cuaca mendadak, pilot cuma boleh ke kiri atau kanan. Tidak mungkin meminta naik atau vertikal," kata Megi.
Sementara itu, General Manager Air Traffic Control (ATC) Bandar Udara Soekarno Hatta Jakarta, Budi Hendro, menambahkan sebelumnya pilot pesawat QZ 8501 telah menggeser arah pesawat ke kiri, sekitar tujuh mil. Koordinasi itu tercatat di ATC Ujung Pandang, dan telah diketahui ATC Jakarta.
Namun, saat permintaan menambah ketinggian, pilot AirAsia yang membawa 155 penumpang dan tujuh awak tersebut, tak menjelaskan alasan permintaannya. Mereka cuma meminta menambah ketinggian di 38 ribu kaki, dari 32 ribu kaki.
"ATC tidak punya hak untuk menanyakan alasan kenaikan tinggi terbang. Kami itu cuma mengontrol, approve atau tidak itu saja. Jadi tugas kami cuma scanning area, memastikan tidak mengganggu traffic pesawat lain," kata Budi.
Sebab itu, selama proses koordinasi dengan ATC lain dan memastikan kondisi traffic pesawat pada Minggu, 28 Desember 2014, pihaknya akhirnya memutuskan untuk mengizinkan AirAsia QZ 8501 untuk naik di ketinggian 34 ribu kaki.
"Jadi tidak asal setujui saja. Kami harus kalkulasi dan koordinasi agar tidak salah. Karena itu butuh waktu. Namun saat sudah diizinkan, pesawat AirAsia sudah loss contact," kata Budi.
Mantan Kapten Pilot Airbus 330, Megi H Helmadi, mengatakan secara umum, permintaan menaikkan ketinggian pesawat memang sering dilakukan pilot. Dengan ketinggian yang lebih tinggi, umumnya kondisi angin jauh lebih stabil sehingga tidak mengganggu turbulensi pesawat.
Tak hanya itu, konsumsi bahan bakar pun jauh lebih irit. Karena daya pesawat jadi lebih ringan karena minim turbulensi dan pergerakan. "Semakin tinggi kita terbang maka pesawat makin irit. Kalau sampai minta turun dari higher level, ke low level, biasanya itu dilakukan saat membawa pesawat di daerah tropik. Karena di ketinggian rendah, angin justru stabil jadi pesawat tidak terguncang guncang," kata Megi, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perhubungan, Jumat, 2 Januari 2015.
Disinggung terkait permintaan menaikkan ketinggian terbang tersebut dikarenakan faktor cuaca, Megi justru berpendapat, hal itu sangat tidak mungkin. Sebab dalam kondisi penerbangan pilot tidak diperkenankan meminta penambahan tinggi terbang.
"Jadi kalau ada deviasi cuaca mendadak, pilot cuma boleh ke kiri atau kanan. Tidak mungkin meminta naik atau vertikal," kata Megi.
Sementara itu, General Manager Air Traffic Control (ATC) Bandar Udara Soekarno Hatta Jakarta, Budi Hendro, menambahkan sebelumnya pilot pesawat QZ 8501 telah menggeser arah pesawat ke kiri, sekitar tujuh mil. Koordinasi itu tercatat di ATC Ujung Pandang, dan telah diketahui ATC Jakarta.
Namun, saat permintaan menambah ketinggian, pilot AirAsia yang membawa 155 penumpang dan tujuh awak tersebut, tak menjelaskan alasan permintaannya. Mereka cuma meminta menambah ketinggian di 38 ribu kaki, dari 32 ribu kaki.
"ATC tidak punya hak untuk menanyakan alasan kenaikan tinggi terbang. Kami itu cuma mengontrol, approve atau tidak itu saja. Jadi tugas kami cuma scanning area, memastikan tidak mengganggu traffic pesawat lain," kata Budi.
Sebab itu, selama proses koordinasi dengan ATC lain dan memastikan kondisi traffic pesawat pada Minggu, 28 Desember 2014, pihaknya akhirnya memutuskan untuk mengizinkan AirAsia QZ 8501 untuk naik di ketinggian 34 ribu kaki.
"Jadi tidak asal setujui saja. Kami harus kalkulasi dan koordinasi agar tidak salah. Karena itu butuh waktu. Namun saat sudah diizinkan, pesawat AirAsia sudah loss contact," kata Budi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar